ENERGI
Kepastian Investasi Tambang Bisa Terganggu
1 Agustus 2016
JAKARTA, KOMPAS — Revisi dua undang-undang di sektor energi, yakni tentang minyak dan gas bumi, serta tentang pertambangan mineral dan batubara, dipastikan tidak akan selesai tahun ini. Hal ini bisa mengakibatkan terjadinya ketidakpastian dalam investasi sektor pertambangan mineral dan batubara.
Kepastian soal kemungkinan belum selesainya revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi serta UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara hingga akhir tahun ini disampaikan anggota Komisi VII DPR dari Partai Golkar, Satya Widya Yuhda. Menurut dia, kedua UU tersebut sedang dibahas di Komisi VII.
“Belum selesai di Komisi VII. Masih pembahasan naskah akademik. Kami targetkan setidaknya revisi bisa rampung pada triwulan I atau II-2017,” kata Satya, Minggu (31/7), di Jakarta.
Sejauh ini, lanjut Satya, belum ada agenda kapan revisi naskah dan daftar inventarisasi masalah kedua UU tersebut ditetapkan dalam sidang paripurna. Apabila sudah diputuskan dalam sidang paripurna, langkah selanjutnya adalah pembahasan tingkat satu dengan pemerintah. Proses berlanjut dengan pembahasan tingkat dua untuk disahkan sebagai UU dalam sidang paripurna pengesahan revisi UU menjadi UU yang baru.
“Apabila dipandang perlu, Presiden bisa saja menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) tentang pertambangan mineral dan batubara,” ucap Satya.
Kewajiban
Ketua Indonesian Mining Institute (IMI) Irwandy Arif menyatakan akan ada beberapa hal yang mengganggu kepastian berinvestasi di sektor pertambangan apabila revisi UU tidak terwujud tahun ini. Ketidakpastian itu antara lain menyangkut kewajiban pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri.
“Ada beberapa aturan turunan UU No 4/2009 yang tidak konsisten. Berdasar Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2014, hanya hasil pemurnian mineral yang bisa dijual ke luar negeri mulai Januari 2017. Padahal, dalam UU diatur kewajiban pengolahan dan pemurnian selambatnya lima tahun sejak UU tersebut berlaku,” ujar Irwandy Arif.
Selain itu, menurut Irwandy Arif, masih ada tumpang tindih yang menuntut penyelesaian segera, seperti kewenangan pemerintah provinsi di sektor pertambangan diatur dalam UU No 23/2014 tentang Pemerintah Daerah. Padahal, kata dia, dalam UU No 4/2009 disebutkan, kewenangan itu juga ada di pemerintah kabupaten dan kota.
(APO)
Nb: Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 1 Agustus 2016, di halaman 18 dengan judul “Kepastian Investasi Tambang Bisa Terganggu”.