Harga Batubara acuan yang sebesar 100.69 dollar AS per ton di luar perkiraan. Harga yang terus meningkat akan menekan arus kas PLN.
JAKARTA, KOMPAS – Harga batubara acuan bulan ini melesat hingga mencapai 100,69 dollar AS per ton di luar ekspektasi sejumlah pihak. Semula, harga batubara diperkirakan berkisar 60 dollar AS – 80 dollar AS per ton pada akhir tahun ini.
Bagi PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), harga batubara yang tinggi ini akan menekan arus kas. Sebab, porsi batubara dalam bauran energi pembangkit yang dioperasikan PLN sekitar 57 persen.
Harga batubara acuan (HBA) bulan ini lebih tinggi dari Januari 2018 yang sebesar 95,54 dollar AS per ton. Mengacu pada pengumuman Kemeterian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kenaikan harga tersebut dipicu peningkatan permintaan dari sejumlah negara yang sedang mengalami musim dingin, yakni China, Jepang, dan Korea.
“Harga batubara sekarang yang di atas 100 dollar AS per ton di luar ekspektasi. Prediksinya, harga berada di rentang 60 dollar AS-80 dollar AS per ton”, kata Ketua Indonesian Mining Institute (IMI) Irwandy Arif, Minggu (11/2), di Jakarta.
Selain faktor musim dingin, menurut Irwandy, kebijakan pengetatan produksi batubara di China dan India turut mempengaruhi peningkatan harga. Faktor lain adalah ketegangan politik di Korea Utara dan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di kawasan Asia yang cukup pesat. Di indonesia, program pembangunan pembangkit listrik 35.000 megawatt juga akan mendorong peningkatan konsumsi atubara di dalam negeri.
Biaya Membengkak
Menurut Direktur Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, kenaikan harga batubara menyebabkan biaya produksi listrik PLN membengkak. Situasi itu akan menekan arus kas PLN sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk tidak mengubah tarif listrik sampai akhir Maret 2018. Dalam jangka pendek, PLN perlu menghemat biaya operasional perusahaan, termasuk mengefisienkan pemakaian energi primer pembangkit.
“Namun, menurut saya, meskipun PLN melakukan upaya-upaya tersebut, mungkin tidak bisa mengejar kenaikan harga energi primer (batubara),” ujar Fabby.
Oleh karena itu, lanjut Fabby, pemerintah perlu campur tangan dalam hal pengendalian harga batubara di dalam negeri. Pengendalian harga dilakukan hingga tingkat keekonomian biaya produksi listrik PLN. Jika tidak, pemerintah harus menambha subsidi untuk menutup pembengkakan biaya produksi listrik PLN.
Sebelumnya, PLN meminta harga batubara untuk kebutuhan pembangkit listrik tidak disamakan dengan harga batubara di pasar dunia. Acuan yang diminta untuk harga batubara di dalam negeri adalah biaya operasi penambangan ditambah margin. Namun, sejauhin pemerintah belum mengabulkan keinginan PLN tersebut.
Penentuan HBA mengacu antara lain pada Platt859 Index, New Castle Export Index, dan New Castle Global Coal Index. Berdasarkan catatan Kementerian ESDM, produksi batubara di dalam negeri hanya 97 juta ton, sedangkan selebihnya diekspor.
Pemerintah tengah menyusun formula baru tarif listrik, salah satunya dengan memasukkan komponen harga batubara. Selama ini, tarif listrik ditentukan tiga komponen, yaitu harga minyak Indonesia (ICP), nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, dan inflasi. Tarif listrik dikaji setiap tiga bulan, sama halnya dengan penetapan harga premium dan solar bersubsidi.
(APO)
Dikutip dari : Kompas, 12 Februari 2018